Mikroorganisme, seperti juga makhluk hidup yang lain, harus mengkoordinasikan banyak reaksi kimia yang berbeda dan mengorganisasikan banyak molekul kimia menjadi struktur tertentu pada tubuhnya. Secara bersama-sama, keseluruhan reaksi tersebut dinamakan metabolisme. Metabolisme dapat bersifat katabolitik dan dapat bersifat anabolitik. Reaksi metabolisme yang bersifat katabolitik merupakan reaksi penguraian senyawa kimia tertentu dan melepaskan energi dalam prosesnya. Sebaliknya, metabolisme yang bersifat anabolitik adalah reaksi yang menggunakan energi untuk menyintesis senyawa kimia yang lebih besar dari senyawa kimia yang lebih kecil (Madigan dkk. 2011).
Mikroorganisme yang dapat mengurai senyawa tertentu dan menyintesis senyawa baru merupakan kemampuan khas yang dimiliki oleh masing-masing mikroorganisme. Semua aktivitas metabolisme berlangsung dengan bantuan enzim tertentu. Hasil metabolisme pada mikroorganisme dapat dihitung dan diukur kekuatannya. Reaksi metabolisme dapat berbeda-beda untuk setiap mikroorganisme, sehingga hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi mikroorganisme (Gandjar dkk. 1992).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tipe metabolisme setiap mikroorganisme berbeda – beda sehingga mikroorganisme dapat dibedakan berdasarkan tipe metabolismenya. Tipe metabolisme suatu mikroba dapat dibedakan berdasarkan cara memperoleh sumber energi dan sumber karbon. Berdasarkan cara memperoleh sumber energi, mikroorganisme dibedakan menjadi kemotrof dan fototrof. Kemotrof mendapatkan energi dengan cara melakukan rekasi redoks dari senyawa organik atau anorganik, sedangkan fototrof mendapatkan energi dari cahaya (Tortora dkk. 2010).
Berdasarkan cara memperoleh sumber karbon, mikroorganisme dibedakan menjadi heterotrof dan autotrof. Autotrof menggunakan CO2 sebagai sumber karbon, sedangkan heterotrof menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbon (Tortora dkk. 2010: 142). Mikroorganisme autotrof dapat membentuk gula heksosa dari karbon anorganik seperti CO2 atau HCO3-, sedangkan mikroorganisme heterotrof harus mengkonversi senyawa organik lain melalui proses glukoneogenesis atau menyerap langsung dari lingkungan untuk mendapatkan gula sebagai sumber karbon (Hogg, 2005).
Enzim sangat diperlukan dalam reaksi metabolisme. Enzim merupakan biokatalis yang dapat mempercepat reaksi kimia. Enzim bersifat spesifik pada substansi kimia tertentu. Enzim mempunyai sisi aktif yang dapat berikatan dengan substrat (suatu substansi kimia yang spesifik). Sebagai contoh, enzim sukrase dapat berikatan dengan sukrosa. Setelah berikatan, enzim sukrase akan mengkatalisis proses hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan cara menurunkan energi aktivasi. Enzim dapat diklasifikasikan menjadi enam kelas berdasarkan tipe reaksi kimia yang dikatalisisnya, yaitu oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase (Tortora dkk. 2010).
Mikroorganisme dalam mendapatkan energi dari makanan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang bersifat oksidatif dan kelompok yang bersifat fermentatif. Kelompok mikroba oksidatif menggunakan oksigen untuk menghasilkan CO2 dan air. Mikroba oksidatif mempunyai sistem enzim sitokrom. Mikroba oksidatif menggunakan senyawa organik sebagai donor elektron dan oksigen sebagai akseptor elektron utama, kemudian menghasilkan CO2 dan air sebagai produk akhir. Berbeda halnya dengan mikroba fermentatif, walaupun sama-sama menggunakan senyawa organik untuk energi, tetapi tidak mempunyai sistem enzim sitokrom. Mikroba fermentatif memproduksi produk akhir yang kompleks, seperti asam, aldehid, dan alkohol. Berbagai gas, seperti CO2 , hidrogen, dan metana, juga diproduksi oleh mikroba fermentatif. Mikroba fermentatif menggunakan senyawa organik, baik untuk donor elektron maupun akseptor elektron (Benson, 2001).
Gula merupakan senyawa yang paling banyak digunakan oleh mikroba fermentatif. Substansi lain seperti asam organik, asam amino, purin, dan pirimidin, juga dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri. Produk akhir dari fermentasi tertentu ditentukan oleh sifat alami organisme, karakteristik substrat, dan kondisi lingkungan. Walaupun reaksi oksidatif dan fermentatif menampakkan tipe reaksi yang berbeda, tetapi kedua tipe reaksi tersebut bisa saja ditemukan pada mikroba yang sama, seperti pada bakteri yang bersifat anaerob fakultatif. Kehadiran oksigen dapat mengubah jalur fermentatif menjadi jalur oksidatif pada bakteri anaerob fakultatif (Benson 2001).
Salah satu cara untuk mengidentifikasi bakteri adalah dengan cara menguji aktivitas biokimianya. Hal tersebut dapat dilakukan karena setiap bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam hal mengurai atau menyintesis senyawa tertentu. Berbagai uji dapat dilakukan, diantaranya adalah uji Indol, uji Methyl Red, uji penggunaan sitrat, uji Voges-Proskauer, dan uji OF (Oksidatif-Fermentatif).
Uji Oksidatif-Fermentatif (OF)
Uji Oksidatif-Fermentatif (OF) digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bakteri dalam memetabolisme glukosa secara oksidatif, fermentatif, atau tidak keduanya. Uji OF pertama kali diperkenalkan oleh Hugh dan Leifson pada tahun 1953. Berdasarkan uji tersebut, apabila bakteri mampu memproduksi asam dari karbohidrat pada kondisi aerob maupun anaerob, maka bakteri tersebut bertipe fermentatif. Apabila menghasilkan asam dari karbohidrat pada kondisi aerob saja, maka bakteri mempunyai tipe oksidatif (Hugh & Leifson, 1953). Sementara itu, bakteri nonsaccharolytic tidak mampu memetabolisme glukosa secara fermentatif maupun oksidatif. Ketika uji OF dilakukan pada bakteri nonsaccharolytic, bagian permukaan medium (kondisi aerob) berubah menjadi warna biru. Terjadinya perubahan warna karena bakteri nonsaaccharolytic dapat memproduksi amina dari pemecahan pepton sehingga pH menjadi naik (Hanson 2010). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bakteri tipe oksidatif mempunyai sistem enzim sitokrom, sedangkan bakteri tipe fermentatif tidak punya (Benson 2001). Medium OF dirancang dengan menggunakan glukosa sebagai sumber karbon bagi bakteri. Medium dibuat dengan meningkatkan jumlah glukosa dan menurunkan jumlah kandungan pepton. Peningkatan konsentrasi glukosa pada medium OF dapat menaikkan produksi asam pada jenis bakteri oksidatif dan menurunkan kandungan pepton untuk mengurangi jumlah produk alkali yang dihasilkan. Medium OF digunakan pula untuk membedakan bakteri gram negatif yang dapat memetabolisme glukosa secara fermentatif atau oksidatif. Karakteristik tersebut menjadi penting dalam identifikasi dan taksonomi bakteri gram negatif (Hanson 2010).
Selama proses fermentasi, piruvat dikonversi menjadi berbagai macam produk asam tergantung pada tipe fermentasi. Hasil produksi asam yang tinggi setelah proses fermentasi akan mengubah indikator bromthymol blue dari hijau menjadi kuning, baik dalam kehadiran oksigen maupun kekurangan oksigen. Lain halnya apabila bakteri melakukan metabolisme secara oksidatif. Bakteri bertipe oksidatif akan menghasilkan sedikit senyawa asam, baik selama tahap Entner Doudoroff (glikolisis) maupun siklus krebs. Peningkatan konsentrasi glukosa dapat meningkatkan konsentrasi asam sehingga mencapai level yang dapat dideteksi oleh indikator bromthymol blue. Selanjutnya, untuk meningkatkan deteksi terhadap produk asam yang sedikit, dilakukan pula pengurangan konsentrasi pepton. Pengurangan konsentrasi pepton untuk mengurangi produk alkali yang dihasilkan karena produk alkali dapat memberikan efek penetral pH sehingga warna indikator tidak berubah. Penambahan dipotasium fosfat dibutuhkan pula untuk menaikkan deteksi asam (Hanson 2010).
Uji indol
Uji indol adalah uji biokimia yang digunakan untuk mengetahui jenis mikroba yang dapat menghidrolisis triptofan. Cara mengetahui suatu mikroba dapat menghidrolisis triptofan adalah dengan mendeteksi kehadiran senyawa indol. Mikroba yang mampu menghidrolisis triptofan memiliki enzim tryptophanase. Enzim tryptophanase mengkatalisis reaksi hidrolisis triptofan menjadi senyawa indol, ammonia, dan asam piruvat. Asam piruvat dan ammonia masih digunakan sebagai bahan nutrisi oleh bakteri, sedangkan indol tidak digunakan dan diakumulasi pada medium. Medium yang digunakan pada uji indol adalah medium tripton 1% karena sebagian besar terdiri atas senyawa triptofan. Senyawa indol dapat dideteksi dengan penambahan reagen Kovac. Reagen kovac dapat bereaksi dengan indol membentuk senyawa yang berwarna merah pada permukaan dari medium. Apabila terbentuk senyawa merah pada permukaan medium setelah ditetesi reagen kovac, maka mikroba yang diuji positif terhadap uji indol. Sebaliknya, apabila tidak terbentuk senyawa berwarna merah berarti mikroba yang diuji negatif terhadap uji indol (Benson, 2001; Harley & Prescott, 2002).Uji Metyl Red (MR)
Uji Metyl Red (MR) adalah uji biokimia yang digunakan untuk mengetahui kemampuan mikroba membentuk asam dari hidrolisis glukosa. Bakteri dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan ketika bakteri tersebut memfermentasi glukosa dalam medium MR. Beberapa genus seperti Escherichia, memfermentasi glukosa menjadi asam format, asam asetat, dan asam suksinat. Akumulasi dari asam yang dihasilkan dapat menurunkan pH menjadi 5 atau lebih rendah. Medium yang digunakan adalah medium MR yang memiliki kandungan glukosa dan beberapa buffer seperti pepton dan dipotasium fosfat. Reagen yang digunakan yaitu reagen methyl red. Jika medium berwarna merah setelah diteteskan reagen, berarti mikroba yang diuji menghasilkan senyawa campuran asam. Reagen methyl red akan berwarna merah jika pH turun menjadi 5 atau kurang. Jika medium berwarna kuning setelah diteteskan reagen, berarti mikroba yang diuji tidak menghasilkan senyawa campuran asam. Reagen methyl red akan berwarna kuning jika pH lebih basa (Benson, 2001; Harley & Prescott, 2002).Uji Voges Proskauer (VP)
Uji Voges Proskauer (VP) merupakan uji biokimia yang digunakan untuk mengetahui bakteri yang dapat memfermentasi glukosa berdasarkan akumulasi 2,3-butanediol dalam medium. Namun, yang dideteksi pada uji VP bukanlah 2,3-butanediol, melainkan acetoin yang merupakan prekursor dari 2,3-butanediol. Senyawa acetoin lebih mudah dideteksi dengan reagen Barrit (larutan alpha-nafthol dan larutan KOH). Kehadiran reagen dan acetoin akan membentuk warna merah pekat. Terbentuknya warna merah pekat menunjukkan uji VP positif, sedangkan tidak terbentuknya warna merah pekat menunjukkan uji VP negatif (Benson, 2001; Harley & Prescott, 2002). Sementara itu, medium yang digunakan adalah medium VP dengan komposisi medium yang sama dengan medium MR (Gandjar dkk. 1992: 82).Uji Penggunaan Sitrat
Uji penggunaan sitrat merupakan uji biokimia yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memakai sitrat sebagai sumber karbon. Kemampuan menggunakan sitrat tergantung pada kehadiran enzim sitrat permease yang dapat memfasilitasi transporatasi sitrat ke dalam sel bakteri. Setelah memasuki sel, sitrat akan dikonversi menjadi asam piruvat dan CO2. Medium yang digunakan mengandung sodium sitrat atau asam sitrat sebagai sumber karbon, NH4m+ sebagai sumber nitrogen, dan pH indikator Bromthymol blue. Uji penggunaan sitrat akan bekerja jika kehadiran O2 mencukupi. Bakteri yang dapat mengoksidasi sitrat akan menghilangkan sitrat dari medium lalu bakteri tersebut membebaskan CO2 ke lingkungan. CO2 akan berikatan dengan sodium dan air membentuk sodium karbonat (sebuah produk alkali). Akibatnya pH akan meningkat dan merubah warna indikator menjadi warna biru. Jika tidak ada perubahan warna berarti uji penggunaan sitrat negatif, sedangkan perubahan warna biru menunjukkan uji penggunaan sitrat positif. Uji penggunaan sitrat negatif juga ditandai dengan tidak ada pertumbuhan dalam medium (Harley & Prescott, 2002).
Gula Sebagai Sumber Energi
Karbohidrat atau gula merupakan substansi kimia yang sangat penting dibutuhkan oleh makhluk hidup. Karbohidrat memberi banyak manfaat bagi makhluk hidup, seperti penyusun dinding sel bagi bakteri dan tumbuhan, sumber energi, dan elemen jaringan penghubung bagi hewan. Karbohidrat terbagi menjadi tiga kelas, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah gula sederhana, tersusun atas unit tunggal polihidroksi aldehid atau keton. Contoh monosakarida yaitu glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Oligosakarida terdiri dari rantai pendek dari unit monosakarida. Jenis yang paling melimpah dari oligosakarida adalah disakarida, yang tersusun dari dua unit monosakarida. Dua unit monosakarida dapat berikatan dengan ikatan glikosida. Contoh disakarida adalah maltosa, laktosa, dan sukrosa. Sementara itu, polisakarida adalah polimer gula yang terdiri dari 20 atau lebih unit monosakarida, contohnya adalah selulosa (Nelson & Cox, 2004). Mikroorganisme membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi. Jenis karbohidrat yang dapat digunakan sangat tergantung dari enzim yang dimiliki atau mampu dihasilkan oleh setiap mikroorganisme (Gandjar dkk. 1992: 57). Selain itu, mikroorganisme dapat memetabolisme karbohidrat secara fermentatif atau secara oksidatif (Benson 2001: 161; Hanson 2010: 1 ).
Sumber https://www.generasibiologi.com/Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar